Sabtu, 12 Februari 2011

PENYAIR DAN SANG CINTA

Yang Awal

dan
aku
mencarimu

bukan karena bertemu
karena cinta, mata air

dan
aku
mencarimu



mengapung di entah
dimanapun dahagaku ke sana
dikeindahan keabadian

2005


Sajak Cinta

aku menulis sajak cinta
Wahai kekasih dipilihkan Tuhan
buat duka-dukaku
bacalah kesedihanku yang luhur
buat injil pagi senja
sebelum jalan pendek menikung
dan kata-kata berhenti
di batas malam
waktu beku

2005


Gelembung-Gelembung Air

Violet di atas lapangan kosong
bertanya rumput -rumput
tahukah kau makna hati merindu

gelembung-gelembung air melepuh
pecah
melepas gelisah hutan basah
air mata tak menyaksikan sungai
hanyutkan potongan kangen melisut

manusia dalam gravitasi cinta
terbang tanpa sayap
mengepak dalam ilusi benda
apakah kau ingin memilih
bila pilihan tak beri jawaban
kepastian senantiasa di entah

gelembung-gelembung air menguap
dalam kenangan gelegar halilintar
membisikkan hujan di tepi doa

bilamana kau beredar dalam gravitasi dua dunia
bilamana kau tak kuasa rabah getaran hati melemah
gelembung-gelembung air terus pecah
terus mengering
pecah lagi di tepi
mata

2005

Kau Panggil Aku Aime


kau panggil aku aime
dan mengeja l’espoir
bibirmu tak getar
dan hatimu tenang
kabung langit pergi ke pucuk angin
lewat malam

aku membaca gelisah Pascal Riou
tentang: in memoriam Nadia Collomb
berjalan gontai atas sayap-sayap sajak
untuk bertemu dikau

moga kita tak bersua larik-larik perih:
(revant donc a nos vies passantes entre I’adieu et le matin)
berpisah itu selalulah pedih

senja menukik di jalan kau lewati
katamu indah, teman-teman mengerti
kau panggil lagi aku aime
kususur beberapa bait
(pesant a tout passage)
berharap tak ada catatan in memoriam
di segala yang kita rentas
meski mart, Boulevard, pohon catus tua angkuh
tinggal kenangan di abad lain


2005


Mengenang Hutan

sulit mencari hutan di kota kilometernya sempit
pepohon di sudut-sudut ratapi kenangan
anak pencari kayu bakar, bunga-bunga liar

kutulis hutan itu pada sebuah sajak
semacam surat buat dia
agar ia selalu bisa ke sana

di hutan sajak itu
dipungutnya potongan-potongan cabang
segala yang tersisa
bertangkai-tangkai bunga
semata ingin pulang ke kenangan
seperti ditulis diari masa kanak-kanak

dalam sajak itu, aku menemaninya
memasangi unggun
nyelipkan pasa di rambutnya
hati dan matanya lukisi telaga
dimana rindu berenang bertemu cinta
berjam-jam kami duduk tanpa gelisah memandang gerak api
hingga kobarannya membakar semua kenangan kami


2005




Dari Cerobong Angin Bertiup


angin selatan menderu landscape ini berdebu
Manado, kisah bandar dibangun budak tuan Belanda
cerobong-cerobong tua, gelap menghitam
empatpuluhdua tahun aku melihatnya
kini tinggal satu dua mengingatkan masa kemelaratan
diabadikan sejarah

setelah separoh abad dalam debu itu
siapa menyangka kita bertemu, segala berbeda
kau telah dewasa
meski jalanan selalu licin berhias lampu
membuat iri kunang-kunang
dan tissue di tanganmu setia bersikan kulitmu
dari catatan kremus masa lalu

kita telah saling mencari di serpihan gelap
cerobong angin kencang jejak perjalanan
silam memang menyakitkan
tapi ia membuat kita kuat dan sama
memandang landscape kecil ini sebagai surga
bagi kenangan lebih panjang

2005



Biduanita Sajak-Sajakku

bernyanyilah sajakku wahai…
syairmu bawa pergi potongan hati
berlayar ke negeri-negeri tersembunyi

aku di bawah panggung tanpa kedip
sebagai pengagum mengidolai dikau
aku selalu mencari sebentuk senandung
dalam desing keributan
karena aku ingin tetap menuliskan getar terindah suaramu
dalam kata-kata pendek itu, ku klenengkan genta
mengiringi perjalanan hatiku kepadamu
jarakmu hanya beberapa hasta dari doaku
tapi aku selalu tak punya cukup langka menggapai dikau
berat oleh kepercumaan sia-sia dari silam tak kukenal
sajak-sajakku kuhidupkan engkau
agar selalu kutemui dikau dalam denting lagu
yang selalu kau nyanyikan buat pengantar perjalanan
kematianku

2005

Penyair Sang Cinta


telah kurekatkan tanah retak itu
buat jalanan kata sampai pada cinta, pesan hujan
kepada penyair gelisah merangkai rindunya
di sejumlah huruf dalam imajinya

telah kupendarkan cahaya di lorong itu
buat syair bertemu salam hangatnya pada cinta, pesan bulan
kepada penyair teriris nestapa
beterbangan di atas kuburan kenangannya

telah kuwangikan segala impian itu
buat kekalkan baris-baris sajak asmara, pesan bunga
kepada penyair tercekat sepi
dipermainkan beku malam teramat suram

terima kasih atas cinta
meski adanya senantiasa di balik air mata, balas penyair
kepada hujan, bulan dan bunga yang gelisah teriris sepi
dalam masing-masing keindahannya tanpa kata

2005


Kabar Dari Hujan


kabar itu dinanti putaran-putaran musim
rumput sawah menguning dalam becek mendidih
menguap ke sumsum dusun dimana hati kita berdiri
kita di sana memandang tuas awan berputar mendekap gerimis
tapi tak ada keraguan menanti hujan turun di jalanan keras itu
meski debu beterbangan mengaburkan jejak semi di kilap embun
kita berharap memandang derai pohon tersenyum di setiap tetes air
di mana langit mengabulkan temu mereka yang merindu
andai tukang pos membawa kabar itu dalam sepucuk surat
kita tak perlu lagi saling menelpon mengatakan resah
sebab hujan memang selalu ada meski musim yang ini gersang
hanya kita perlu menanti dengan sedikit tabah
putaran lakon waktu berikutnya

2005

Dahan Cemara

ratusan kilometer baru aku sampai padanya
memandang dahan-dahan cemara bergetar
derai air kuala mengusik sepi batu-batu
suatu ketika aku akan membawamu ke sini
ke keindahan sunyi

kota itu bringas dan licin
ludah air mata bercecer sepanjang jalan
lurus menikung

aku akan membawamu keluar
seperti elang merantau
mencari negeri-negeri di mana hujan selalu turun

hinggaplah kita di dahan-dahan cemara itu
seperti malaikat natal
agar di bawahnya
anak-anak kita akan bertemu kado
yang kita bungkus sebelum senja tersuruk di bilik malam


2005



Membaca Sunset
Di Sepotong Hati

aku melihat cinta sangat merah masuk ke hatimu
denyarnya di pantul matamu menjadi kedip bintang
dan cahya bulan

ketika lampu-lampu jalanan itu mulai nyala
kau
adalah
wajah
diselip Tuhan
Pada
setiap
doa
pagi petang
tersujud di lantai samudera hati merindu

2005

Kebun Penyair

yang ditanam penyair di kebunnya
adalah cinta
dari sanalah orang – orang memetik
kerinduan-kerinduan

2005


Cinta Penyair

cinta penyair
kepedihan di kelopak mata
ratap menguap ke udara
ia menafsir dan mensegamahinya
hingga peradaban hamil ikhtiar kebenaranNya
dan di suatu pagi orang-orang menjumpai anak-anaknya
menanam bunga buat taman bagi kupu juga rindu

2005


Juni Permulaan

mobil itu berhenti di stasiunJuni
permulaan menyelip letih
menanti penumpang terakhir

ketika datang malam
berangkatlah ia seperti catatan telpon pertama
tak lagi dari sunyi bekukan tahun-tahun lewat
kemarin tak ada lagi
kini adalah kita
melintas jalanan berkelok keindahan
dirangkai huruf mengikhtiari nasib
“dan kita memutuskan terus bergerak
berharap tak ada lagi perehentian di depan”
sebab: penumpang terakhir adalah cinta
hanya bersama dia kelana kita bertemu makna

2005


Dering Itu

dering itu tak lagi rahasia
kita selalu bercakap apa adanya
entah kelip lampion mata nan pedih
atau kepak duka langit jiwa
semuanya terbuka seperti taman luas
kuncup-kuncup bunga
kelopaknya mengurai indah
bagi reranting hati hingga kupu
burung-burung berhinggapan
di atas kidung dan simphoni

lalu kita mengangkat gagang telpon
saling berkabar rahasia kerinduan

2005


Aku Pun Bertemu

eskalator seperti juga zaman punya awal
yang pergi bisa saja datang kembali
gaun dikenakan pasti tak seperti kemarin
kecuali renungan kita tentang yang abadi
akupun bertemu
tidak lagi di halte atau pada sebuah bus
meski kenangan selalulah istimewa
masa kanak-kanak yang itu terasa dewasa
rambut dulu menepihkan dukaku
kini mengibarkan jiwaku
aku memang bertemu apa diinginkan hatiku

siang selalu seperti anak nakal
selalu nakal
mengawinkan dua abad
menyatukan sia dan yang terindah
entah puisi atau elegi
iklaslah kita membiarkannya bergerak
entah di jalanan atau derasnya sungai
terpenting sampailah kita di yang diinginkan hati

akupun bertemu
membaca denting hatiku sendiri:
tak ada yang pernah pergi
karena indah itu abadi

2005


Setelah Menjabat Tanganmu

setelah menjabat tangamu
mungkinkah narwastu sewangi hati mencintai
dari pintu kita memandang penat jalanan
mobil-mobil pergi memburu sesuatu yang tak kita ketahui
karena yang kita ketahui semata yang kita ingini

Zaman bisa saja berubah
peristiwa bisa saja berganti
sejarah hanya bisa mencatatnya
yang selalu kita mulai biarlah yang terindah
karena nabi dan para rasul pun tak membenci
meski bunga dan narwastu datangnya dari pelacur
yang terindah memang selalu baru
dan aku selalu ingin menjabat tanganmu
menjabat tanganmu
meski tinggal di ujung waktu

2005

Di Belakang Stage


di belakang stage kejujuran itu berada
aku mencarimu ke sana
di depan panggung berisi sandiwara
lakon-lakon berjalan di hati pengarangnya
sutradara menambahkan sejumlah kelokan makna

aku mencarimu di belakang stage
kerena aku ingin bertemu engkau apa adanya
sebelum dandanan, make up mencipta peran
dan cinta berubah sekadar narasi zaman

kita pun bertemu dalam wajah biasa
tanpa kerut dahi atau desah nafas
meski mata bersitatap bersitkan ketegangan
cinta memang selalu memanggil
memanggil yang dicintai

bila aku berjalan ke belakang stage
memang aku harus berjalan menemui cinta
meraihnya jadi bagian jiwa
sebelum lakon dipentaskan
sebelum aku kehilangan engkau
di nafas doa

2005


Lakon Pertama

yang nyanyi
yang nangis
di atas panggung: hatiku
penat menyusur usia
panjang mendukakan

kau menari dengan gaun putih dalam hatiku
mencuci bumi hingga segalanya jadi basah
kuyup
air mata bersit merembes ke setiap kata
kau ucap serupa doa
mengalirkan jiwaku ke hatimu
tanpa perahu dayung
kecuali kepasrahan membimbingku
dengan selamat
ke laut cinta senantiasa penuh gelombang

buih-buih pun mendidih
seperti nada
detak nafas
menyentak irama
syair-syairku kau lafaskan tanpa beban
hingga nyanyian tangis jadi milik kita bersama

dalam epilog
kita akan kulai ke bumi
jadi bagian alam
roda-roda nasib kembali menyeret
ke lakon berikutnya
yang mungkin sama-sama tak kita mengerti

2005

Setelah Lakon Pertama

kau mencuci rambut
mencuci duka lakon itu
meski gincu masih bekaskan darah
di antara kening dan jidat
karena derita tak pernah pergi
ketika kita ingin meraih cinta

dering telpon masih menggemah
percakapan masih riuh dalam jiwa
membaca balada setiap langkah
matamu memar mendekab jiwaku

kita pun menepi ke sudut ruang
mendengar detak dada
ejakan kata entah bermakna apa
tiba-tiba kita sama katakan itu cinta
sambil berjanji takkan ada lambaian tangan
agar bus terakhir hanya kita penumpangnya

saat senja naik
kita berpisah di lobi
gincu yang membekaskan darah
di antara kening dan jidat itu
meninggalkan perih di ruang hatiku
laksana kibaran gaun hitam ditiup angin
ketika kau melintas menuju ramai jalanan
jalanan yang selalu saja menyiapkan kelokan
untuk kau memilih tujuan

2005


Mart Saat Malam

apa dibisik malam
saat kita bersua di gerbang itu
naiki eskalator, mesan jus dan makanan
lalu ke loket pembayaran
kemudian berkelakar di meja makan dengan teman
setelah usai turun lewat eskalator
mesan taxi mengantarmu hingga ke ujung gang

bayangmu lenyap dalam kegelapan
apa dibisik malam?

sejam kemudian engkau menelpon: Aku cinta kamu
aku pun menelpon : Aku juga cinta kamu
apa dibisikkan malam
pada setiap keindahan hati sedemikian ini
hingga swalayan riuh
jalanan bising
berubah orkestra pengantar sayang ini ?

padahal eskalator yang itu tetap saja naik turun
menghapus jejak kita bagi ruang jejak baru
atau gerbang Mart setia bagi datang perginya
mobil dan para pengunjung
kemudian bayangnya juga lenyap di kegelapan

apa dibisik malam
setelah sepotong kejadian itu kentalkan kenangan
dan telpon kembali berdering
mengabar kerinduan

aku bertanya pada malam
yang tetap saja diam
hingga aku tenggelam
dalam keindahan diamnya
tanpa jawaban

2005

Percakapan Dengan Angin

manusia selalu punya teman
tanpa dia kita tak pernah dengar kekhawatiran
akupun bercakap dengan angin
tentang dua rumah di sebuah ruang hati:
seperti juga jantung
hati pun memiliki bilik
rumah kasihku di ruang satu
di ruang lain rumah cintaku

rumah-rumah itu kubangun tak ada bedanya
luas dan keindahannya dari arsitektur yang sama
ke sanalah aku selalu pulang
bertemu kasihku, bertemu cintaku

orang lain boleh memilih ukuran sendiri
aku menentukan ukuran untukku

angin,
apabila kuikuti ukuran orang
semena-menalah aku pada hatiku
tanpa itu
pulangku hampa
batinku duka
“lalu apa makna hidup
jika hanya kesia-siaan”

malam hening jatuh dalam percakapan kami
di luar orang-orang lelap
hanya cintaku melindap dalam kilatan lampu jalan
kian ke sana
ke rumah-rumah dambaan

2005


Surat Bosias Untukku


aku menanti lakon kedua
dengan kegembiraan sekaligus ketakutan
cinta memang menghidupkan sekaligus mematikan
engkau tunas
akar-akarnya merambat ke jiwaku
kita saling memberi menerima
hingga kidungmu meresik dalam khotbah kawinan
dan engkau melahirkan anak-anak kangen
buah persenggamahan batin
tanpa nafsu tanpa kelamin

orang-orang menatapmu penuh darah
rintih bersimbah ke tanah
tapi anak-anak kecintaan
kuraih sekuat tenaga
menjadi milik kita, selamanya

setelah lakon kedua itu berakhir
aku hanya bisa menyeka keringat di keningmu
menatap tawa indahmu
tawa indah yang senatiasa mengedip di hatiku

2005


Di Ujung Gang
Kukecup Tanganmu


setelah lakon kedua
di gendongan hatiku anak-anak sayang
tersenyum
aku membawanya ke jalanan beku malam
menamainya cinta

mobil pun sampai di ujung gang
dengan sepotong getir
aku mengecup tanganmu di sana
dengan keberanian rentah
hanya tanganmu
tangan yang setia melambai
dari ujung gang hingga ke mimpi-mimpi
lalu kutandai bayang pergi
sebelum ban berderit menggesek titik perhentian
dan sayup bunyi nafasmu yang tersisa di pintu mobil

aku pun melambaikan tangan
tanpa tanda kecupan
pada kegelapan malam
moga bukan isyarat perpisahan

2005


Telepon Malam

apa yang dapat dilakukan kata pada cinta
dalam percakapan telepon malam yang panjang
selain mengikrarkan cita-cita kita percaya
sekaligus ragu. sebagaimana pohon
cinta pun punya akar
hinga tunas itu menguncup di hati
dan kita meraihnya buat dahaga asmara

sebagaimana pohon
cinta tak butuh kata
selain kesetiaan menjaganya

ia pun tumbuh di langit terbuka
dimana banjir badai bisa menumbangkan ia
panas memanggang merontokan daun-daunnya
hujan membusukkan akar-akarnya

Lalu apa yang dapat dilakukan kata pada cinta
pabila segala tak mampu ungkap rahasianya

sebagaimana pohon
cinta adalah tempat perteduhan
di lintasan lahir ke kematian
manusia selalu ingin ke sana
menentramkan jiwa
dari panas dan penat
tanpa sepotong kata

2005


Percakapan Meja Hijau


sejak Adam dan Eva
manusia adalah yang tergugat
pengetahuan buah kuldi
tapi kita memakannya
buat mengerti makna lahir
cinta dan kematian

bukan karena ular bila Eva mencintai Adam
ia mengerti makna sayang
bukan karena lapar Adam memakan kuldi
ia memahami hidup tak sekadar mendekap bayang

manusia senantiasa terdakwa
bukan karena Tuhan itu memang hakim
bila aku menghadapmu sebagai lelaki
karena di ruang itu aku ingin bertemu kebenaran

aku ke sana seperti kerinduan cuaca pada cerah
hidup dalam dunia tanpa makna apa gunanya
kuldi senantiasa dosa bagi agama
tapi aku memilih kehilangan segala
daripada tak mencinta dikau sebagaimana adanya

2005


Etalase Pantai Segelas Lemon

jalanan itu memanjang lima kilometer
menyimpan bayang kerinduan
di tepinya pantai melambai-lambai
memanggil hujan di tepi mata

aku menyesap segelas lemon dalam etalase berisi kita
perjamuan perkawinan batin terseret dari ujung jalan
hingga ke tepi landai
gunung-gunung mengepung di balik wajah
kawan-kawan menatap tanpa kedip
mungkin meneguhkan sekaligus mengutuk
tapi kita memilih duduk sebagai pengantin
saat pelangi menikung di barat
anak-anak hujan mengabar air mata

seperti syair-syair balada kita pun cakapkan getar hati
mata jauh menatap hingga ke dalam landai laut
ke segala bilik tersayat
luka-luka itu kita jahit bersama

dua jam hati kita menggelegak mendebur
ombak itu datang dari pikiran dulu beku
menghantam batu hitam
yang diam-diam kita susun jadi rumah
dan kita sepakat memilih diam di dalamnya
meski dalam beberapa putaran detik, jam dan zaman
badai bisa datang menguji kesetiaan yang kita rentang

2005


Ciuman Sebelum Lakon Ketiga

angelo membuat patung perempuan
dalam ruang pamer dan kubah gereja
betapa indah Roma di musim semi, katamu
burung-burung merpati di taman
memakan sisa-sisa roti perjamuan di katedral
tapi perempuan Angelo tetap sepi, sendiri

Tuhan membuat dikau dari debu tanah
dalam rahim ibu bapa
menjadi sketsa kucari dari utara ke selatan
juga dalam impian
kemudian kujumpai di ruang ganti
sebagai wanita sempurna
tanpa gaun dan dusta
lalu kucium dikau sebelum lakon ketiga

sebab kita sama-sama karya Sang Perupa
dalam bingkai di halaman dunia
kita dipertemu sebagai lelaki dan perempuan
untuk lukisan cinta
bagi hati terluka

2005

Julieta Dalam Lakon Ketiga

aku memilih lakon itu untukmu
sebagai lelaki merindu
kau memainkannya tanpa keluh
karena cinta, katamu
telah membawa dirimu ke jiwaku

sejak di pintu kau kidungkan hatimu
menuju panggung hidupku yang remang
kau bergerak tanpa batas serupa malaikat
dengan segenggam hakikat asmara Sang Sayang
kita bercinta di antara mata
merindu keindahan

dalam lakon itulah kita berjalan
terbang bergerak mengikuti denting hati
membunuh keluh, duka, dusta hari-hari kemarin
episode selanjutnya kita berpeluk tanpa nestapa
sebab hingga kematian, iktiar cinta
tak akan pernah berjumpa ajal

2005


Pelukan Etalase Gedung Teater

hanya ada satu kursi buat kita duduk
kau memelukku
tanpa sepatah kata pun
percakapan kita adalah keributan hati
saling memberi dalam hening
pertunjukkan belum lama di mulai
tapi kita tak peduli episode awal
buat mengejar yang dirindu
kita tak butuh penonton dan tepuk sorai
ketika matamu lindapkan keindahan hati penuh

kita telah memilih panggung kita sendiri
memainkan apa diinginkan hati
di etalase gedung teater ketika hujan
menggugurkan pedih
tanpa narasi prolog dan epilog
tanpa alur, komposisi, dan konvensi
kecuali sebuah rekonstruksi gerak batin
memburu cinta sejati

kita di sana dalam beberapa menit yang indah
tanpa kata selain hening

2005


Di Kedai Makan
Pukul Satu Lewat Berapalah


jalanan mulai kosong
kita sampai di kedai pinggiran jalan
memesan lalapan
sebagai ikwal memaknai tatapan

kita tidak peduli pada jam
yang bergerak entah ke angka berapa
atau jumlah kendaraan melintas mengisi kesunyian
sebab kita telah kenyang oleh kebisingan
dan waktu dipenuhi bualan

kita memilih kedai ini
karena ingin berbagi sisa sepi dengan pemilik kedai
juga penyapu jalan
moga di esok berkah, rezeki dan cinta
bertebaran seperti permata di bening embun
dari doa malam orang-orang malang
yang merangkai pengharapan

2005


Dalam Mobil Jemputan

aku selalu ingin menjemputmu
bukan saja di gereja itu
melewati jalan sepi memanjang
tapi hingga dalam impian siang malam
juga bukan dalam kenangan
karena tak ada waktu bagiku
untuk tidak mencintai orang tersayang

cinta memang selalu menjemput
laksana ombak bergerak ke pantai
perahu dan kapal-kapal bisa pergi ke mana saja
Tapi ke ceruk itu kerinduan laut senantiasa menepi

sebagai laki-laki aku selalu datang padamu
menelusur jejak rindu dibawakan angin
pada setiap desahan nafas cintamu
entah dengan mobil atau sejumput doa
terpenting aku sampai
dan bersamamu
memaknai limit waktu yang tersisa bagi kita
untuk cinta
hanya untuk cinta

2005

Jalanan Itu Selalu Pendek


semenit atau seabad sama saja
jalanan itu selalu pendek bagi lintasan cinta
waktu beringsut cepat padahal kita butuh menit
berikutnya untuk nepihkan kesah sebelum lisut
dan kita mesti melepas pelukkan
mengejar bayang keindahan ke ruang-ruang kenangan

engkau menelpon sejumput kerinduan
tapi tak ada jalan bagiku menuntunmu melewati milenia
seribu tahun selalu tak cukup bagi hati mencinta
kecuali kelokan pendek itu
ketika ban mobil berderit
entah berhenti dan pergi
setidaknya kita punya saat
mengekalkan hal-hal indah
dalam limit hidup kita

2005



Surat Asmara Dari Lakon
Yang Belum Terpentaskan


aku tak akan menulis apa-apa pada lembaran berikutnya
selain surat asmara keyakinan cinta
pada lakon belum terpentaskan

pertunjukan berikutnya hendaklah kisah abadi
bukan kisah Romi dan Juli
ditulis Shakespeare untuk cinta yang pedih

kecemasan memang selalu ada dalam beberapa babakan
tanpa itu cinta semata angan
sebab air mata senantiasa bunga dari serpih rindu

bila tiba saatnya surat asmara ini dimainkan
kita butuh panggung lebih lebar dari dunia
karena epilog yang indah berakhir di tengah surga

2005

Sajak Terindah

sajak terindah; sajak tentang engkau
ketika kata tak kuasa mengungkap makna
kalimat-kalimat menolak beri pengertian
maka tak ada yang bisa dituliskan kecuali mencintainya

saat langit mempertemukan anak-anaknya
sepasang kekasih yang berjalan melewati kelokan
menyiangi cita-citanya menjadi masa depan
sajak itu lahir; tapi penyair tak mampu meraihnya
kecuali memandang dengan senyum sekaligus kekhawatiran

ia berjalan merambah hujan kesiangan
atau bulan penuh memeluk siulam malam yang hening
ia di sana mengendarai kereta keindahannya
tanpa berhenti mengelilingi waktu
hingga semua melihatnya dengan kagum
namun tak mau mengatakan sepatakata pun

aku membaca sajak itu pada binar mata
dan kecerewetan ibu di waktu pagi
atau doamu yang mengantar aku tidur
hingga segala sesuatu menjadi senyap
senyap dalam keindahannya

2005


Jam Weker Hitam

jam weker hitam berputar
menyulam malam kelam
hingga sunyiku tergambar
pada kelebat api kunang-kunang
rindukah mengepak di sayap kelelawar-kelelawar

jarak makin jauh dari dikau
entah di mana berkelana engkau
fer memutar roda-roda bergerigi telah sengau
detam pukul satu tak lagi punya pukau

tiga jarum bergerak menyeret semua kenangan
menandai angka keterhilangan teramat curam
setelah kugantung di kamar ia memulai cemohan
tapi kemana pun kuletakkan ia tak jua membawa engkau pulang

datanglah semenit atau sedetakkan saja, oh!
agar lenganku bisa kuat
dan hatiku menjadi tabah mengencangkan fer hingga penuh
biar roda-roda bergerigi itu terus beringsut
melintasi abad dan rindu;
sebelum jam weker hitam ini gemerincingkan
bunyi terakhir dimana
angka dan maknanya
tak berarti lagi

2005

Sebuah Lagu Hampir Kulupa

di Café Mart yang luas, cinta adalah kehidupanmu; katamu
dan aku mendengar nyanyian hati pada denting piano
gaunmu berwarna pink dan matamu pelangi
aku selalu tak menghafal tanggal dan hari itu
kecuali isyarat laut di balik jendela tentang rahasia
bahwa kita senantiasa punya saat melayari waktu

di ruang itu,
ketika kesibukan lalulalang dengan kegentingannya sendiri
kau kidungkan lagu hampir kulupa
syair yang tepikan aku dari riwayat silam dan nestapa panjang
jiwaku pun kangen ziarahi segala yang indah dari cinta
padahal kegembiraan tak lagi tergambar
bagaimana ujud bayangannya
kuburannya pun telah lama tak kusinggahi
bunga-bunga yang kusiapkan mungkin sudah mengering
dan kali muaranya di hatiku sudah menikung ke ujung lain

tapi pada reffrain lagu itu kau nyanyikan bait hidupku
laut luas dan pelayaran menantang pertarungan baru
lelaki yang dulu tak pernah dikalahkan waktu

cukup lama kutelusuri makna hati dan lagumu
namun di denting terakhir piano itu sunyi kembali mengepungku
sunyi yang datang dari lindap matamu
lindap mata penanda tanggal dan hari yang akan berlalu
yang detiknya mulai menjentikan luka ke hatiku

2005


Meja Mart Dekat Kaca Jendela


kita selalu ingin duduk di meja Mart dekat kaca jendela
bukan lagi sekadar memandang laut kelam
atau menangkap isyarat ombak mendebam di detak jantung
tapi buat melepas rindu
kerena rindu memenatkan kita
dengan percakapan hati tak pernah selesai
mendedah, dan melumat tanpa henti-henti
itu sebabnya kita menepi ke Mart itu

di sana kita bisa menyesap jus lemon atau mentimun kesukaanmu
menyanyikan beberapa kidung dengan reffrain agung
biar cinta tak semata bayang di jalanan tanpa tuan
seperti kau tinggalkan pada tujuh atau delapan kenangan
karena serupa keramaian Mart
setidaknya kita punya saat membagi keluh dan senang

dan aku berharap meja itu selalu di sana
beberapa saat lagi, sebisanya abadi
buat nepihkan duka itu
atau tempat ziarah bagi kenangan terlampau indah
yang mungkin sebentar diantar eskalator menuju jalanan
jalanan yang selalu menyiapkan kelokan ke banyak tujuan

2005


Boulevard Dalam Keisengan Sepi

kita selalu butuh ruang untuk cinta, katamu
di bawah langit hingga mimpi dan kenangan
akupun membimbingmu ke jalanan itu
melihat keisengan sepi yang nakal
pejalan dan pelacur yang senyumnya menyulam kehidupan
atau mobil mengantar penumpang dari satu ujung
ke ujung yang lain
semuanya bergegas
dan yang bergegas itu waktu

kitapun di sana menanti menit berikutnya
menanti makna hati terjejar dalam keisengan boulevard
atau denyar sunyi dalam siulan kelelawar-kelelawar di atap hotel
ternyata jalanan itu betapa panjang
membentang dari utara ke selatan dalam hati kita
akankah kita punya cukup langkah melintasinya
untuk bertemu ruang yang kita sama-sama inginkan?

2005


Duka Dalam Sepiring Bakso

dalam sepiring bakso dukamu menggelinding
di antara merah merica mengisyaratkan perih
saat itu malam turun di Sunset Café yang masih sepi
aku di sana mendengar cerita cintamu yang getir
dan nafasmu tak mampu menepis penyesalan
akupun mengunya sebutir demi sebutir catatan silam itu
dalam gigitan pedih demi pedih

tak ada angin ketika itu
sebab perasaan kita sama-sama melepuh
dan air mata meledak dalam jiwa seperti granat
tinggal puing-puing dari reruntuhan hati tersisa
diam-diam mulai dihanyukan arus
entah ke pantai mana

tapi aku harus menghabiskannya
sebelum pelayan menagih bayaran
pada setiap pesanan juga perasaan kita

2005





Di Tepi Getir

“laiknya sungai,
hidup pun selalu punya kelokan
batu-batu licin dan tebing curam
setiap orang senantiasa melewatinya bila ingin
sampai ke muara
entah dengan air mata atau sepercik nestapa,” kataku
kau senyum dalam perasaan penuh air mata

“laiknya laut,
cinta pun punya gelombang
angin dan badai
setiap orang senantiasa melewatinya bila ingin
sampai ke pulau tujuan
entah dengan luka dan duka menguncang,” kataku
kau menunduk dalam potongan hati tersayat

“seperti sungai dan laut
cinta dan kehidupan pun butuh keberanian
tanpa itu orang tak pernah sampai pada keindahan
yang selalu berada di tepi getirnya,” kataku
kau menatapku dengan kepedihan tanpa makna

akupun diam.
cinta tak butuh kata-kata, katamu
selain mencintainya dengan cinta semata
tanpa penyesalan, tanpa air mata
akupun diam

2005


Sketsa Resah Di Ujung Gang

usai ceritamu, aku berdoa ke langit lapis tujuh
agar selalu bertemu engkau
tapi aku kehilangan dikau
juga jejak menuju gang dulu bernama rindu
meski ke situ aku setia mengantar dan mengenangmu
kini tak lagi kutemukan bayang senyummu
selain kepedihan daun-daun luruh
resah batu-batu hitam dipeluk sunyi
tanpa angin yang dulu mengibas rambutmu

ke mana pergi dikau cintaku
dibawa silam yang merentang kafan pada serpih rindu
menit-minit tak lagi klenengkan suara genta setiap nada hatimu
meski berkali-kali aku ingin bersua denganmu di gang itu
hatiku tak lagi mengenal keindahan gerak jiwamu
selain sketsa resah menghadang dari pintu gang
hingga ke gang-gang gelap dalam jiwaku

sepanjang jalanan berkali-kali kuraih jumputan angin
sambil berharap bertemu bau tubuhmu
kutemukan bau asing tak kukenal

kemana pergi dikau cintaku
dalam kebencian yang tiba-tiba mendepak engkau dari aku
aku mencarimu dalam perasaan terluka
aku mencarimu cintaku
kemana pergi dikau

2005



Malam Goyah Itupun Lewat

malam goyah itupun lewat
di cuci airmata berpotong-potong doa
kita sama-sama melafalkannya tanpa lelah
sehari, seabad, semilenia, cinta tetaplah cinta
meski manusia selaku angkuh menelantarkannya
bila ia datang menjumpai kita
datang ia dengan keindahannya seperti matahari
agar pagi selalu ada buat salam kita
entah dengan handphone atau pelukan
terpenting kita saling merindukan

kita memang bukan dua dewa bisa menyempurnakan segala
seperti juga alam, kehidupan mengalirkan bait-bait rahasia
Tuhan di atas itu bisa saja menulis puisi tentang kita
mungkin elegi atau balada
tapi kita harus punya kekuatan membacanya tanpa nestapa

2005


l0l875 Tak Sekedar Angka


tak
ada
yang
bisa
memisahkan
kita
juga
kematian
karena cinta tak butuh penyesalan


2005





Etalase Sepuluh Cawan Anggur

aku tak sekadar mampir membaca hatimu
ketika kita sama-sama meneguk secawan anggur
dalam perjamuan tanpa sakramen itu
meski katamu: engkau telah capek dalam kelana
tujuh atau delapan rindu
akupun telah lelah melintasi banyak rimba mencarimu

setelah bertemu,
aku tak sekedar mampir membaca hatimu
karena hidup bukan tamasya
maka kubangun rumah pada sebidang lahan di rahimmu
di sana kita saling menjaga rindu

2005


Puisi Di Bawah Malam

masih ingat puisi yang kubaca di bawah langit
di bawah malam dan bintang-bintang mengintip
aku membacanya seperti sang peziarah menandai jejak kita
dari yang awal dan harapanku yang di nun
kawan-kawan bersenandung menyempurnakan nada
dan engkau memelukku dengan cinta

aku memang membacanya dengan khikmat cintaku
agar Tuhan dan engkau mendengar syair hatiku
syair disalamkan siang dan malam
kata-kata dilafalkan mimpi dan jaga
aku menuliskan bukan sekadar mengekalkannya
tapi mencintainya seperti apa adanya

bila malam menjadi melangkoli di halaman itu
daun-daun mangga gugur menarikan ketakutan yang aneh
cintaku, kita mesti saling menjaga dari bayang-bayang liar
yang mengintai dan meraih kita ke getir
maka kubaca puisi itu
biar sayap-sayapnya menerbangkan kita ke negeri
yang diinginkan, yang diimpikan hati

2005


Kabar Dari Negeri Jiran

seribu kilometer bukan jarak bila engkau ingin pergi
dan pedang itu tersandar di urat leherku
yang senantiasa berharap tak beku
meski harapan terus menegang dalam ancaman kematian sewaktu-waktu

tiba-tiba aku kehilangan bayang keramaian Mart, trotoar, boulevard
atau simfoni Shakespeare pada lakon ketiga
etalase ini haruskah berisi lebih dari kita
tapi atas nama cinta, seperti Plato aku harus berjalan
mencari jejak dan serpih kenangan yang tersisa
entah pada kamar berbau peluh atau pada pantai landai itu
aku kesepian di subuh kelam
meski kau hapus beberapa nomor
sekali lagi: seribu kilometer bukan jarak
pabila dikau senantiasa berharap ia datang
bila datang, datanglah dalam getirku
sebab tak semua lelaki bisa jadi Romeo
sebab tak semua perempuan bisa jadi Julieta
setidaknya aku punya kenangan untuk ole-ole
ke rumah keabadian

2005



Di Seberang Jalan Melambai Engkau


jalan senantiasa panjang banyak tujuan
meski kita setia ikrarkan cita-cita
aku mengantarmu ke seberang dan menanti lambaimu
dalam gigil dibagikan embun di atas daun-daun

aku harus mengantarmu dengan ikhtiar sempurna
bahwa kemanapun engkau pergi selalu sampai padaku
meski wajah kita sama-sama pucat
entah oleh pedih apa
duabelasjam kita sama-sama menyaksikan kesetiaan bintang
mereka yang mengarung sunyi untuk bersua kembali

lalu fajar datang dalam lambaimu
membawamu memasuki waktu dan percakapan baru

di tepi jalan itu, kurai gerakan jemarimu
untuk kreografi batinku
batin yang selalu merindu lakon berikutnya
dimana kita sama-sama memainkannya bukan untuk pertunjukkan
semata untuk cinta
untuk cinta semata

2005

Pagi Kedua Yang Indah

berpuluh-puluh syair siapa pemiliknya
bila cinta bukan milik kita
berkisahlah engkau tentang Celine Dion
wanita meratap dalam cinta sejatinya
keajaiban dipertemu hanya satu-satunya

dari beribu kelokan, beribu kengerian
tak ada yang bisa menghentikannya
dan engkau datang di hari berikutnya
dengan binar mata dari cahaya matahari
terang yang tak pernah mendustakan warna
dimana yang dipanggil cinta adalah kita
kita pun bertemu seperti sebuah sketsa
dari malam menuju pagi kedua

semalaman kau menyanyikan syair Celine
dalam denting bahagia sekaligus pedih
bunga catus tua menjejarkan cabangnya dalam angkuh
hatiku melolong cintaku
disayat mulia hatimu

lalu pagi pun datang dalam lembaran puisi
puisi ditulis hati dengan cara yang kita sendiri tak mengerti
tapi tiba-tiba kita sama seperti Gibran mengatakan: memahami
dimana cinta memang hanya untuk cinta itu sendiri

2005


ll685 Dalam Cahaya Lilin

malam turun di Horison
dan aku menyalakan lilin buat hatimu
kerena di hatiku empatpuluhdua megawatt cintaku bersinar
menepihkan kelam malam dalam cermin
yang memantulkan wajah kita

aku tak pernah ragu, dan tak akan pernah
berhenti mencintaimu
kemanapun hatiku, setialah ia mendekap dikau
entah dalam repertoar atau teks melangkoli
tapi lakon ini sungguh
empatpuluhdua megawatt cintaku membakar ragu
dan kita telah di sini dalam cahaya sempurna
cahaya maha cahaya
yang membersitkan sinar maha sinar
berpeluk dalam cinta maha cinta
biar hari-hari berikutnya
yang terindah ini mengirimi kita
sepotong catatan kesetiaan
tanpa kemunafikan

2005

Air Mata Itu Apa Maknanya

adakah danau dan laut awalnya dari air mata
jika demikian, betapa banyaknya kepedihan
kita pun telah menambahkan beberapa tetes untuknya

bila kita menangis
menangislah kita tentang kebahagiaan
bukan untuk kepedihan
biar danau dan laut tak semata mitos kekelaman

2005


Epigram (1)


tak istanah di sana
tak rumah bunga di sana
kecuali kaki langit matamu
di mana di sana, kubangun sebilik ruang kangenku

pada bilik itu, cintaku beralas beludru awan
mengedipkan cahya
mengedipkan kelembutan
gemawan dan cahaya
cinta dan kelembutan
bertunas dan membesar jadi pohon harapan
dimana hatimu berpayung
dimana rambutmu berselimut

di sana aku menjaga sekaligus meratap
bersama usia yang terus merambat
menjadi pohon yang daun-daunnya mulai gugur
kerena tangan dan cintaku tak mungkin menyentuh
dikau
selain jiwaku terus membayangkan kesia-siaan

“cintaku moga kau punya waktu tidur di sana
di kangenku”
sehari dan mungkin selamanya
seabadi pertama kau gurat senyum pada jiwaku

2005


Epigram (2)
memang hanya seketika
melindap engkau dengan indah
tapi cahya itu mengukir jejak
mengukir kenangan
serupa matahari menandai waktu
serupa sungai mengejar ufuk
entah ke mana ia menyeret hatiku
entah di mana ia muarakan rinduku
dan aku bergerak memburu dikau
sebelum tanjung-tanjung padamkan suar
sebelum isyarat syair-syair terhapus dari gang
biar cintaku
biarkan lambaimu kukenang
meski engkau milik abad seberang

lalu padamu
pada isyarat hatimu
pada kamar kangenku
bunga pengalaman menjadi abadi
setiap pagi bersiram rindu
biar wanginya membekas ke mimpi-mimpi

2005

Epigram (3)

seperti burung-burung
cintaku hinggap terbang
hinggap terbang dari reranting ke pucuk rindu
dan aku setia memandangi tempat pesinggahan itu
moga suatu ketika kutemukan siulan namaku
dinyanyikanmu dengan merdu
tanpa sendu
dan simphoni itu kembali kubawa ke bilik kangenku
hingga di bilik itu segala jejakmu menguatkan doaku
doa hati
lelaki terluka
merindu

2005


Epigram (4)

dirindukan senja adalah malam
dirindukan malam adalah pagi
dan aku pun menanti
senantiasa menanti
yang kurindu

terlalu sempurna yang kurindu
tapi aku mesti ke situ
biar hatiku hidup
biar seperti tanah
seperti tanah lalang dan gandum
berampasan humus, berebut hidup
sungguh aku lelah tersenyum pada kebohongan
pada menit-menit yang memaksa aku menebas kebencian
seumur-umur aku berdusta seakan gembira
kendati nestapa menggunung
keluh melebat

aku mau keluar dari sana
lalu datang padamu
meski engkau tak menyiapkan pintu
setidaknya aku bisa mengetuk dari rindu

2005

Epigram (5)

malam selalu sunyi
selalu senyap dan gelap
bergerak pada nafasku, pada doaku
hanya dikau lentera dalam kamar kangenku
dan senantiasa aku harus pulang padamu
menyegarkan impianku
dari kepenatan lalulalang pikiran
dari keseharian yang serba memburu
entah catatan kehidupan
atau cita-cita masa depan

aku harus pulang ke ribaan kesucianmu
kesucian yang mencuci nafasku menjadi panjang
biar lenguh berhenti, berubah kegairahan
di mana aku boleh tafakur
mengukur dan memaknai nilai kelahiran
agar kematian menjadi perjalanan indah

2005


Epigram (6)

kelelawar malam lewat mematuk sekeping hatiku
ke gunung ia membawanya
ke tebing ia mencampakkannya
sekeping lainnya masih di sini
dalam cawan kerinduan

setegarnya aku menjaga
sambil berharap moga ada pesta paskah
di mana kita bisa berbagi cawan
meneguk cinta
merapalkan doa
sebelum perahu-perahu kita pergi
meninggalkan bab akhir catatan kehidupan

2005

Epigram (7)

seketika itu abadi
begitu aku mencintaimu cintaku
jika suatu ketika tubuhku telah menjadi tanah
tanah itu akan menumbuhkan pohon
biar burung-burung yang hinggap di rerantingku
membaca rinduku
dan mengabarkan padamu
di mana aku senantiasa berharap
mengeja setiap isyarat di bening matamu
buat kafan tidur abadiku

2005

WARISAN AYAH


yang diwariskan ayah tanah rumput itu
setelah pensiun ia dari masa perang revolusi
tanah rumput subur air mata dan celotehnya
di sana impian, cita-citanya di tegakkannya

ia tak memacak bendera tanda kemenangan atau kemerdekaan
kecuali mengenang hutan-hutan melebat
dan cabang-cabang rimbun dedaunan
memayungi masa depan anak-anak kecintaannya

kini, tinggal tanah rumput dan alang-alang

ia pun berpesan;
di atas tanah rumput itu bangunlah impian
bangunlah dengan sabar sambil belajar
merangkai kembali masa keemasan
ketika tak ada ratap anak-anak desa kedinginan
di tengah kota-kota tak menghiraukan mereka

belajarlah menghitung kembali segala
yang hilang dari tanah air ini
agar di suatu hari tanah rumput itu bersemi kembali
menjadi hutan dan padang bunga
negeri indah dimana cinta dapat berteduh di bawahnya

2005


Cerita Dari Bunga

cinta memang saling mencari, kata bunga
pada serpih air di kelopak mata dan doa
mungkin saja dalam sejumlah reingkarnasi
atau pengembaraan manusia-manusia abadi
ia berjalan dengan sidonya sendiri
melintasi abad dan waktu
bergerak dalam derit weker sang penanti
dan mungkin kita pernah bersua di suatu pagi dan senja
tapi kita sama-sama belum saling mengenali

seperti juga air mengalir itu, kata bunga
pada derit hati disayat-sayat rindu
dibawa sungai dari hulu ke muara laut
di ambil Tuhan hingga ke tujuh langit dan gemawan
lalu kembali menjadi embun, hujan, juga air mata
gunung-gunung mengumpul ia mengirimnya ke lembah
menjadi danau agar laut punya hikayat rindu
cerita hutan, langit, gemawan lapis tujuh

rindu itulah membawa engkau menjumpaiku, kataku
pada sejumlah potret retak dalam kisah dan jejakmu
bisa engkau rangkai dari cerita gadis penjual bunga
atau panggung teater menyimpan indah kidungmu
cinta memang hanya untuk yang sejati
kemanapun mengembara ia, yang dicari semata mata hati
dan kita bertemu dalam nyata yang ini
agar kemarin selalu tak ada
meski kita kadang menyimpannya menjadi catatan
seperti bunga kukenang dari pertemuan tak disangka
bisa saja engkau atau gadis lain
tapi kini adalah dikau

2005

Bila Cinta Kebenaran Mutlak

Baisyeba betapa cantiknya dikau: puji Daud
menulis ia berbait-bait kerigma sekaligus khianat
air mata di atas jasat Uria apa maknanya

Tuhan dengan cinta ajaibNya itu
selalu membuat kita bertanya arti dosa dan kebenaran
lalu isyarat apa dalam diri sang pembebas
yang terbit dari setiap penggalan puisi getir rahim Baisyeba

Tuhan, bila cinta itu kebenaran mutlak:
biarkan aku mencintai sang cinta tanpa batas
biarkan ia membawa hatiku pada kebenarannya
yang adalah kebenaranMu

telah kubaca pasal tapal-tapal di sekitarku
tak ada yang meraih hatiku
Daud boleh menangis dengan tudung penyesalan
tapi adakah Engkau iba?

Tuhan: aku semata mencintai cintaku !

2005


Malam Tanpa Warna

(saat genting dari cinta l)

bulan memasang tudung
gelaplah sembilan penjuru
ke mana aku mencarimu
bila kau ingin menjauh

empat limit angka rahasia siapa menyimpannya
bila hatiku kau ayun ke gigir tebing tanpa cahaya
sejam aku membaca kata-kata air mata di tengah kelam
anjing melolong, burung hitam mencemooh
segala yang kita susun, kita rangkai dengan tabah
hingga menjadi angka tanpa batas makna

tapi malam tanpa warna
membawa kegelapan merasuk
hingga
dalam
doa


2005

GAMANG
(saat genting dari cinta 2)

pikiranku meluncur seperti kereta dalam impian
sedang hidup berayun-ayun dalam ketakabadian
tak lama matahari mengulang-ulang hitungan
hujan tak bercerita tentang lukisan malam yang dibunuhnya

asap mengepul dari rokok melukis kekangengan
tapi tak ada wajah begitu jelas di tampilkan kegelapan
ikhtiar meraba-raba serupa orang buta sejak lahir
tanpa angka, huruf untuk menghitung, menulis pesan

semuanya berlalulalang dalam cakrawala tertutup
tanpa cahaya, kecuali sinar hati liar mencari ruang keluar
yang bertalu bukanlah musik, tapi suara hati yang retak
dan aku lupa, indah itu entah apa

2005


Sajak Tentang Mawar


terlanjur manusia menyimpulkan mawar terindah
itu sebabnya kau ditinggal kenangan pertama
karena untuk kata cinta mawarlah tandanya
sepekan dan mungkin sebulan kau bertahan dalam vas
bila tiba saatnya mereka mengantimu dengan tangkai baru
tanpa sesal dan rapalan doa

maka jadilah engkau bunga
di hutan atau taman, di manapun kau berada
senantiasa menjadi catatan keindahan
bisa saja puisi atau syair pujaan
yang umurnya melintasi abad bahkan milenia
moga keabadian

2005


Syair Penantian

di Cina, dua kekasih saling berjanji bertemu dalam reingkarnasi
biasanya pedih seruling mengiring ratap belahan hati
yang menjulurkan kaki di kolam teratai
saat bulan penuh, lampion-lampion mengelip

di bukit sang lelaki tegak menatap salju
di kibas angin ke wajahnya sendiri
saat senja membeku
hingga malam menudung bayangannya dalam kegelapan

kita sama-sama mendengar syair itu
pada setiap kata dari nyanyian yang kau pilihkan
mikrofon-mikrofon senantiasa berisi ikhtiar penantian
tanpa lelah dan mungkin tanpa ujung

kita sama-sama menelpon, menjaga agar tak ada yang berubah
hingga denting piano dari lagu Celine
abadi mengiring perjalanan menuju waktu
yang selalu berada di entah

memang tak ada pilihan
selain harus berjalan
terus berjalan mencapai yang di entah

2005


Diari Penuh Tulisan

kau telah manulis ratusan pengakuan dan kenangan
diari itu untuk Tuhan
juga untuk kekasih kau namakan cinta
selebihnya, mereka tak mungkin bisa menerimanya

lonceng dan genta hanya menyeru-nyeru taubat
pastur, pendeta juga pertapa tak kuasa mengubah segala
meski kau sujud seribu abad atau memakan hosti saban ahat
teman kerabat mungkin mengangguk sekaligus menggeleng
karena derita hanya bisa kau bagi pada Tuhan dan cinta semata

tulislah keluhmu atau catatan air mata dari pedih tersembunyi
Tuhan dan cintamu selalu setia menantimu
di halaman paling mengharubiru

2005


Dalam Bungkusan Tissu

hutan-hutan basah melebat
setelah ranggas berabad-abad
saat kau bungkus tubuhmu dengan tissue
kau berjalan menuju panggung mata air itu
karena jiwamu, katamu: kering setelah lewati tujuh gunung

setiap kali kuingat lakon itu dan lenguh nafasmu
kau bermain dengan gerak hati menyusup ke hidupku berkali-kali
beberapa lembar tissu kau tinggal buat air mataku
hingga aku tak lepas dari rasa ingin mendekap kedinginanmu

2005

Ensiklopedia Perasaan

yang kemah dalam jiwaku dikau
yang liar dalam pikiranku dikau
yang bernyanyi dalam hatiku dikau
yang mengalir dalam darahku dikau
yang berkelana dalam kenanganku dikau
yang tergambar dalam anganku dikau
yang menuntun langkahku dikau

dikau bergerak dari kaki hingga ubun
menjadi kekuatan roh hidupku
menerbangkan hatiku
dengan sayap-sayap cinta maha sempurna
siang malam menjadi rindu dikau

mimpi dikau
nafas dikau
doa dikau
lagu dikau
puisi dikau
lakon dikau
duapuluhempatjam dikau

dikau dalam aku
buku tebal tanpa jedah dan selalu kubaca

2005

Kidung-Kidung Keheningan


sepasang elang jantan dan betina pulang kembara
setahun kemarin kulihat ia hinggap di cabang tua
sekali waktu ia datang dengan sepasang anak mereka
setahun kemudian hanya sepasang lagi pulang

kemana elang terbang selain melintas keheningan
kemudian pulang menitip kidung ke cabang menantinya
rimba, gunung dan laut berapa mil perjalanan itu
hingga kudengar kembali riuh kepaknya mengais doa

empatpuluhdua tahun aku selalu menati engkau datang
pulanglah elang indah sebelum cabang tua dalam rinduku patah
pulanglah dengan anak-anak kecintaan
sebelum awanan di hatiku mengumpal menjadi air mata

2005

Bila Malam Mengirim Resah

tak ada lebih mendukakan ketika malam kirimkan resah
ribuan kunang-kunang terbang tanpa suara entah ke mana
gigil daun-daun begitu senyap dan perih
aku di sini melolong bimbang mencakar-cakar bayang sendiri
oh…

2005


Tawa Matahari Milikmu

aku senantiasa menanti fajar
karena kangenku pada tawa matahari milikmu
bertahun aku mencarimu, tapi yang bertemu
selalu dusta, keisengan di sepotong senyum

tapakku memanjang di sepanjang pulau
di sepanjang sayatan pedih
menikung dalam aliran sungai menuju gua-gua sunyi
hingga di suatu pagi aku melihatmu dalam lilitan kain putih
dan bersenandung seperti bayu memulangkan rinduku ke tepi

akupun senantiasa menanti fajar di esok hari
berlari secepatnya menuju etalase di mana senyummu menanti
terus menanti dan berlari
agar aku tak kehilangan matahari

2005


Ketika Warna, Ketika Senyap

telah kuhafal warna-warna senyap di atas batu-batu
dalam kelana panjang dari waktu ke waktu
bongkahan itu banyak telah menghitam dalam hatiku
dulunya aku ingin menyusunnya jadi mesbah doa buat cinta
tapi tak ada yang bisa mengubah sketsa
dua manusia, dua dunia

telah kuhafal bunga-bunga diam menyimpuhi rindu
mengabar datangnya musim semi pada setiap telpon malam
tapi jalanan itu selalu sunyi
tak ada yang datang memberi salam pada catatan kelam

dan kini aku mulai hafal sayatan perih
ketika kau mengabar akan pergi

2005


Doa Malam Buat Cinta


aku khawatir
pada pepatah tentang batu dan air
amin

2005


Aime Malaikat-Malaikat itu


malaikat-malaikat itu siapa
ketika kukatan aime itu kau
bayang-bayangnya senantiasa datang
dalam lagu Charlotte meraih hatiku
dan sajak-sajak cintaku mencarimu
pada setiap serpih kabut

jedah dan jarak bukan kekhawatiran
karena cinta bisa menyeberangi dunia
meski ia terasing dari norma pasal-pasal perisai manusia
ia memang mencari ruang bagi hatinya bermukim
itu sebabnya kukatakan:
aime itu kau
dan malaikat-malaikat itu menjemput hatiku
menerbangkanku ke surga dipenuhi potretmu

datanglah padaku aimeku
dalam tarian malaikat-malaikat itu
datanglah bersama kelembutan segala kekudusanmu
datanglah ke bilik hati kekasih menantimu
kau boleh memilih lagu kesukaanmu
mengiring perginya syair-syair pedih
karena aime itu
kau

2005

Sajak Cinta Pada Matamu

tak ada larik pendek dipendar kornea
ketika kau simpan air mata di tiris mimpi
ia senantiasa bercerita kilatan-kilatan damba
meninggalkan silam buat bayang samar di depan

tubuhmu menggigil, saat gang itu menjadi senyap
kau melongok lewat jendela menangkap sejumput epilog
selalu tak usai di tulis pada setiap kelip benda langit
esoknya kau mulai memerah pikiran buat bait baru

sajak-sajakmu memanjang sepanjang lengkung langit
hingga ke negeri tanpa batas, berkelana
berjalan mengikuti musim

ketapang dan alang-alang telah berganti daun berganti bunga
terumbu berganti warna, siput-siput berganti rumah
semuanya lewat seperti gasing berpusing mengitari
titik tak bergerak di bawah bulan penuh senyum

kau menguap dan mengantuk
tapi malam tak memberi ruang untukmu berhenti
matamu tak berkedip memandang sebarisan abjat

seperti penari tanpa kreografi engkau terus bergerak
membawa hatimu bertemu kata-kata
buat salammu lewat telpon atau esemes

padahal tak bersua sehuruf pun
matamu telah menulis sajak cinta lebih indah
dari syair seribu penyair
dan aku senantiasa membacanya dengan degup
sebelum mata itu kau katup untukku

2005

Sajak Cinta Pada Bibirmu


tak perlu kata-kata menegaskan hatimu
kerena aku selalu ingin mencium makna senyum
dari tepinya aku senantiasa bergerak mencari getar ombak
di mana warna pelangi selalu indah,. aku tertegun

seperti disiar sebuah kitab:
pelangi mengisyaratkan api
maka kubawa nadi beku ke pusat hangatnya
hangat yang dikulum dalam setiap senandung cinta
saat bertemu, berpisah

2005

Sajak Cinta Pada Ciumanmu


sebagai pejalan malam
penyair selalu mencari sinar pengharapan
buat fajar wajah-wajah nelangsa
ia menulisnya pada sejumput puisi
mungkin dari senandung kau bisik
ketika engkau menciumnya
di tepi malam, hampir pagi
yang esoknya menjadi sajak cinta
tanpa titik koma

2005


Jedah Malam

tiba-tiba aku ingin bertanya apa warna kamarmu
saat malam berkabar tubuhmu kau biar berselimut dingin
adakah kursih di ruang itu untukku
setiap kau buka mimpi perjalanan ke negeri teduh

aku selalu hanya sampai di ujung gang
(Seperti kemarin dan mungkin abad depan)
lalu kau lipat seperti surat-surat kerinduan hatimu
yang lalulalang di padang savana liar dan beku

burung malam di sini risau
dengan sebilah pedang ia menantang
lalu berusaha membunuhku

waktu bergerak pada weker pun tak berterima hadirku
sunyi menjengkelkan itu
membanting hatiku hingga cairannya berceceran
di celah-celah batu, dilindas kegelapan

2005


Andai Boleh Berkirim
Surga Padamu

sudah kukemas bertera namamu
meski alamatmu senantiasa terhapuskan hujan saban senja
tukang pos tak lagi lewat
tapi sudah kukemas
andai boleh berkirim surga padamu

andainya pula sampai, bukalah
putarlah seperti radio
surga itu akan bernyanyi-nyanyi tentang dedahan, daun gugur
dan rindu mengisi mata kosong
atau berita-berita lain membuat lelaki itu tercecar

karena setiap jenak dari dalamnya
akan keluar malaikat-malaikat perkasa
menyusun cinta buat rumah duka
tanpa pelayat

2005

l92585 Mimpi Seorang Boca


kelana dunia hitam putih
tanpa jedah getir
meski raung angin menimbulkan gelombang
dan cabang catus tua rontok ke tanah
di gendongan cinta
siapakah yang bisa mengalahkan keindahannya

2005


Konser Kelahiran Cinta

kecermelangan di atas kecemerlangan
bergerak dalam bening air mata embun di atas embun
mendesah senandung damainya senandung
menerbangkan hati menggapai terangnya matahari
terang maha cahaya indah bunga dan mimpi
kabut menyusupkan simphonynya desir maha desir

tanah menjadi gembur subur
buat cita-cita tumbuh
kita pun tertegun
angin mengirimkan nada melangkoli
berhembus
membawakan wangi pada makna senyum juga tangis

2005
Konser Kematian Cinta

gelap maha gelap
samar maha samar
kenangan adalah pedang terhunus
air mata kelam mengirimkan pedih
dari sayatan hati tanpa perih
langit mengecil terbang lenyap
tak ada cahaya di atas
kabut tanpa batas

tanah lembek goyah
mengamblas pikiran
ditiup angin serupa debu
menggelinding
ke negeri-negeri beku

2005


Konser Kita

kita telah memilih nada dasar
pada dawai pengiring kidung terpilih
menulis partitur yang pas buat harmoni tersendiri
karena manusia sebaiknya belajar
segala lekuk masing-masing parasaan
agar luka tak selalu bermakna perih

hidup bukan musik yang datar
kita butuh aransemen yang lebih manis
buat takjub-takjub mendekat mendekap kita

tanpa itu,
musik kita nyanyian kering
berlirik duka

2005


Yang Dikatakan Hening

kini kutahu apa yang dikatakan hening padaku
di atas laut yang menenggelamkan dukaku
bersama pusaran arus merobek kenangan menjadi getir
yang indah ini air mata ombak
yang tetap saja tak kuasa menghapus jejakmu
hesperos phosporos di waktu pagi dan senja
kau tetap cinta dan kematianku
pada setiap terbit tenggelamnya matahari dan mimpi

2006

Seperti Mercon Kucium Dikau

yang meletus di ruang tanpa kelas itu
mercon lama tersimpan dalam rindu beku
lalu setiap orang mencari di tengah asap
hanya kulitmu di temukan kian ramun menyimpan dukaku
setelah sunyi
dan senyap pergi
jutaan kunang-kunang mengawinkan kita
hanya kita
kita berdua
berpeluk kesah
tanpa berpisah dalam hidup dan mati

tak ada daun gugur
meski angin kencang meniup lewat cerobong
kelelawar-kelelawar tak ada
tak ada cicit
tak ada debur
kerena rembulan diam-diam di simpan matamu
hanya matamu menangkap rupa wajahku
yang terus beringsut di jiwamu
kita di sana, ke sana, ke nun
untuk berabad-abad menepihkan penat
setelah bertahun-tahun dipermainkan nasib dan dusta

dan aku mengecupmu di sana
jutaan mercon meletus
malaikat-malaikat menari, bernyanyi
membacakan puisi
di ruang pengantin tanpa khotbah
hanya kita
dan mahluk-mahluk tanpa wujud itu
yang setia menaburkan bunga

2005

Di Sunset Kita Bercakap
Dengan Kabut

dalam gelas nescafe kau tersenyum
di balik kaca langit berkabut
kita bercakap dengan kabut
satu dua jatuh di gelas itu
lainnya menjadi embun di rambutmu

jiwaku berkelana kerambutmu
memanjati usia
teramat lembut tanganmu menyambut dan memelukku
setelah kuhirup kopi itu
aku menjadi hidup dan muda
masa silam meleleh menjadi masa kini
orang-orang yang merdeka atas waktu

beberapa tamu memandang kita seperti lukisan Vincent
kita tak peduli
musik belum di mainkan dan syair-syair masih sunyi
kita tak peduli
kerena kita telah menjadi diri sendiri
ketika kau bimbang aku ke tasik mendengar ombak
kawan-kawan menelpon dan berlalu
dan kita memilih di sini
dan selalu di sini

2005


Di Permadanimu Aku Tidur

di permadanimu aku tidur
mendekap syairmu
dalam setiap kenangan
terurai di hening

hari-hariku tamasya tiada lelah
mendaki gunung mencari kota tersembunyi
setelah masuk, tak kutemukan lagi pintu
kecuali mendengar lidahmu ejakan isyarat
dalam nafas sesak dan rindu

aku di sana
berjam-jam
berabad-abad
sebab aku tak lagi kenal waktu
menghitung detak jantung
dan tertegun di keindahan dadamu
seperti bayi kelaparan aku minum sepuasnya
sekali, dan berkali-kali, dan tak ada waktu berhenti

aku selalu ingin tidur
agar kutemukan engkau dari kenangan ke mimpi
hanya kita berdua bermain-main
seperti Adam dan Eva
tanpa ular atau buah kuldi
lalu pergi melihat langit atau bersampan di pesisir
dalam telanjang indah
kerena sebelum dinamakan; cinta selalu tak bernama
bermarga, apalagi bermakna
sebab cinta hanya perasaan senyawa

2005

Di Depan Balai Kaukah Itu

di depan balai
ketika batu-batu bergerisik
aku selalu berujar, kaukah itu?

sekali
berkali-kali
mungkin abadi
aku menanti bayanganmu di sana
lalu kita pergi mengziarahi abad tak bernama
bercumbu di tepi sambil menghitung perahu
datang pergi di bilik hati
kemudian hening

kadang kucari engkau dalam sejumput bayang
berlalu lalang di jalanan
dari petang hingga malam
tapi kabar kudapat
kau berada di suatu abad

aku berdiri di depan balai itu sebagai laki-laki
lelaki tua oleh rindu
menghitam dalam waktu dan jarak
tetapi s’lalu terilhami dirimu
datang dalam gerisik batu-batu
aku kembali berujar, kaukah itu?

betapa kangen ini serupa magma
meledak didasar bumi
melemparkan asap ke gemawan
yang di esok hari moga menjadi hujan
di kolam tempat kau membasuh diri

2005

Di Kafe Jalanan Kau Datang

agak malam kau menelpon
aku selalu punya waktu untuk dikau
datanglah kerinduku
aku tak perduli kita berjumpa di mana
dalam mimpi atau buku harian
di jalanan atau di suatu abad

telah kupesan jus lemon
tapi kau boleh menukarnya dengan alpukat
jika kau mau ditambahkan susu lakukanlah
berbagilah denganku dalam satu gelas
mencelupkan roti tanpa khianat
sebab hanya itu kekuatan kita
mengalahkan usia
dan takdir berbeda

belum musim gerimis
seperti kita bersua di pesisir
di kafe jalanan kau datang bersama masa
kanak-kanak yang rewel
tiba-tiba aku menjadi manusia masa silam
tersimpan di museum
kau menarikku ke abadmu
menitipku sebaris lenguh tawa
dan bau tubuhmu ketika jiwaku menyimpannya

o’kau boleh datang
datanglah ke kafe itu setiap kau suka
datanglah sebelum kota ini berubah
dan kita kehilangan tempat berbagi kesah

2005

Dipanggil Kenangan

di iringi lagu alam aku pergi kepadamu
jiwaku bernyanyi di sepanjang jalan
sepanjang abad
moga sepanjang keabadian

aku tak ngerti entah oleh apa
kerena apa
aku punya ingin
padahal semuanya telah berubah di jalan itu
entah cat halte
rambutmu
dan makna rindu

aku sendiri makin tua rabun
tertatih memaknai nasib
tapi aku terus
terus merangkak jua pergi kepadamu
menjumpaimu di kenangan
diam-diam aku bertanya pada setiap daun gugur
siapa takdirkan kita tidak berpisah
selalu berindu
mendamba di ingin

berbulan-bulan kupasangkan lampu
di kuburan ingatan yang kugali
dan kutimbun sendiri
agar semuanya menjadi layu

sia-sia,
cinta tak akan pernah mati
meski lampu kupasangkan padam beribu kali

2005

Cinta Dalam Tong Sampah


dari pohon oliander kupetik setangkai bunga untukmu
bunga indah jiwaku, bunga cintaku

aku tak punya mobil mengantar mimpi
ke hebathebat
sebab yang kupunya hanya kematian
kaya belum tentu
maka punyaku punyaNya Tuhan
bunga alam indahindah
laut rindu langit kesetiaan
mimpiku awan bergerak dari utara ke selatan
citacitaku bentangan pelangi dari timur ke barat
harapanku kuda sembrani dewa dewi milik seribu nabi

maka mintalah aku taman dipayungi seribu keanggunan mahoni
atau kekasihku cemara yang tangantangannya kuat menaungimu
mintalah laut dengan gairah asmara kesetiaan
atau langit dimana bertangkai harapan bisa kau gantungkan

jika kau minta aku master card
atau mobil

maka cintaku yang itu ada dalam tong sampah kaum borjuis
dimana kondom dan kepalsuan dikerubuti lalat
dimana ratap dan tawa tak bermakna apa-apa

itu sebabnya,
dari pohon oliander kupetik setangkai bunga untukmu
bunga indah jiwaku, bunga cintaku
hanya itu
itu sebabnya.

2005

Di Keningmu Ada Puisi

dalam matamu matahari itu bersinar
masih pagi
ketika kau kenakan jeans dan kaos orange
aku datang tengah hari
dan keningmu berpeluh

aku tak bertanya berapa jam kau di halte
karena bisku tak mampir di stasiun itu
tapi kita bertemu
dan selalu bertemu dalam setiap putaran detik
karena aku mengenangmu

masih seperti kemarin
hidungmu lancip ronaikan rinai
gerimisi jiwaku
aku mungkin tersesat di rupa jiwamu

diam-diam aku berada di sana tanpa permisi
kerena ingin kubaca setiap puisi di baris keningmu
jangan-jangan ada namaku kau tulis
sebelum meninggalkan pintu

2005

Kalau Bincangkan Kemaren

tak usah sebut, Renoir, Timmy, Lukas, atau Nick
kalau mereka bernama batu
meski ruang penuh kelip itu masih menyisakan musik
bersama seribu nelayan memburuh matahari
carilah tasikmu
sebab setiap manusia punya angin
daun gugur dan musim
burung-burung bernyanyi-nyanyi
menjemput dan melepas hari
dalam rindu ke rindu s’lalu
kerena reranting setia menyediakan titi bagi Nuri
kelelawar, elang, dan segala yang ingin berdiri
menegaklah semasih ada semangat
memetik esok diantara segala kota yang tiang
penjuruhnya tertanam di jiwamu

kita memang penumpang bagasi ketika senja
mendengar deru dan lagu samar
tapi sebentar, setiap orang selalu punya tujuan
untuk mandi atau mencuci muka
“manusia memang selalu penat entah oleh apa
dan kita mesti menerimanya”

apakah aku dapat menciummu?
seperti anak-anak menyimari kecamba
hingga sebelum ajal mampir di mimpi
muncul kelopak, dan bayang-bayang bunga
sebab yang kemaren itu selalu sejarah
buku-buku tua di museum
hanya untuk penggelana tak mengenal rimba
beristirahat bukan berarti berhenti
selagi ingin kau boleh mampir
di negeri mana kakimu pergi

2005

Puisi Yang Ditulis Jemari

pada tangan dan kulit lenganku
kau kirim isyarat purba
sebuah puisi ditulis jemari
aku terpental dari silam
keseberang abad yang muda

di jalanan ini
iklan-iklan itu
gambarkan rupa kerawanan
orang-orang berbisik tentang rahasia
orang-orang cakap-cakapkan kepahitan hidup
kau mengerutkan dahi
mencium bau peluh di sepanjang etalase
pikiran-pikiran lisut terbakar di menara-menara kota
“apakah kau ingat perempuan yang membacakan Morina Vonna?”

tiba-tiba semua butuh tissue
buat keringkan sungai di kelopak mata
reka senyum isyaratkan pelangi
kampung-kampung terbakar
ribuan nama di bawa arang ke angkasa

lalu kau genggam jemariku
cakapkan resah rumah
kita menjadi dewasa sekaligus kanak-kanak
berlari bersijumplitan di bawah malam
dipeluk gitar seribu dawai seribu irama

banyak kutulis
banyak kubaca
kecuali masa depan kita terlambat di cerocok
menanti perahu kapal-kapal
yang akan memuatnya
entah ke daratan mana

2005

Bagai Ikan Berloncatan

ikan berloncatan ke udara
selalu ingin pulang ke kenyatan
siapkah yang semena-mena pada perasaan

perahumu tertambat jauh
di mana kapalku berlabu
aku di sini mengamatimu
di tengah hujan
menderas antara jantung dan jiwa
kedinginan
akankah kau lambaikan tangan
biar dek itu berisi kenangan

musim berganti dalam abad berkabut
samar tapi selalu nyata
di daratan sana
tiga malaikat menanti dengan sabar
mengirimkan madah di angin ke nafas

lelaki ini selalu gontai sesak
entah oleh takdir atau kenakalan
tapi aku mencintai kamu semua
tak ada bedanya

“karena cintaku seperti puisi tak selesai di tulis
mendambah dan selalu dahaga”

2006

Mobil –Mobil Itu Terus Berlari

tak ada yang tinggal
mobil-mobil itu pergi
bayangan sisa cakap menguap
jadi gema
terserap angin
aku masih ingat beberapa nama
masikah kau tulis kehidupan dipekan ini ?

perahu-perahu itu hilang di mata
kecipak ombak laguan burung mencicit
terbawa pergi menuju cakrawala
kita hanya bisa mengambilnya dari kenangan

hari ini senyumku terbang bersama asap rokok
setelah kutuliskan kau pada selembar kertas
karena kau selalu hanya bayangan
setia menyeretku ziarahi tempat singgahan
serupa halte dan pesisir

dan mobil-mobil itu terus berlari
bawa pergi menit-menit
tak pernah abadi

2006

Setelah Kamaren Menjadi Abadi

lalu kemaren
lalu kini
lalu esok
semuanya beringsut
menuju keabadian
kisah jadi sejarah
cinta jadi kenangan

selalu saja ada lambai tangan
atau air mata bercerita
setiap musim punya bunga sendiri
setiap orang punya setangkai
merangkai di hati
jadi abadi

2005


Di Bangku Itu Kita Punya Sejarah


karena kita pernah duduk di sana
kita punya sejarah
bangku itu masih di situ
di ruang sempit sebentuk gang
di mana teman-teman mengolok
para penjual rokok mengintip
ketika aku menghapus air matamu
di lubuk pedihmu
entah di waktu atau abad depan
kita hanya mengingatnya di masing-masing kenangan

mungkin engkau agak malu mengisahkannya
pada anak-anak tentang sebuah bangku di gang sempit
atau satu nama terselip di ingatan
tapi aku menulisnya dalam puisi
jadi syair masa depan;
dimana cinta tak terkalah waktu

2006

Kau Dan Musim

tanpa kau dedaun
di halaman ini tak punya musim
hanya terik panas
dedahan beku rontok
rerumput mengering
debu dimainkan angin
menerbangkan rindu
hitami cakrawala

memang aku tak pernah dan takkan menangis
karena aku lelaki
tapi aku takkan pula jadi manusia tanpa engkau
maka kurindu dikau di jiwaku

di halaman kosong ini
berhari-hari kucari gerisik kaki di batu-batu
adakah kau mampir seketika saja
untuk menyemai pohon cinta
yang daun-daunnya jadi perteduhan keluhku

aku di sini
di tengah halaman tanpa tulisan dan tanda
menanti musim berubah
di mana engkau datang dari mazmur
atau pintu sebuah mesjid
memeluk sejadah penuh air mata
buat taubatku

tak ada yang datang
selain ke sunyi harapanku terus tersembunyi

2006

Kepada Yang Menginspirasikan Cinta

bila kuumpamakan cinta
dikaulah harum dipinjam musim bunga
bunga tumbuh di celah kengerian kenangan
tersunting kalbu dan jiwa
lalu matahari jagad raya
membangun tembok-tembok pengepung
biar engkau abadi di hatiku

bila kuumpamakan anggur
dikaulah anggur dari Tuhan
sucikan darahku jadi kebenaran
akupun merindu perjamuan setiap waktu
agar setiap bagian dari dirimu
dapat kucicipi dengan kudus

bila kuumpamakan ikan
aku tak akan mengaimu dengan kail besi
atau menipumu dengan umpan
aku akan memegang erat kasihku
menjaringmu dengan kelembutan
tak akan kubiarkan setiap rona dari sisik-sisikmu
tergores dan buram
akan kupelihara engkau di kolam
terbening dalam jiwaku

bila kuumpamakan angin
dikau angin pagi memulangkan
perahu nasibku ke daratan doa
mengeriapkan lautan sukacita
dalam pikiran
hingga kupahami setiap makna
disampaikan alam
pada daun-daun gugur

bila engkau kuumpamakan dirimu
aku jadi gugup dan ragu
jangan-jangan yang kuterjemahkan
menjelma segoresan duka
hingga aku kehilangan makna
yang kubangun sendiri tentang engkau
maka kuumpamakan engkau cinta
biar aku tak kehilangan kerinduan

2005


Ada Yang Berbisik Dari Kenangan

ada yang berbisik dari kenangan
sayup-sayup mendenting
memetik daun-daun bambu
mengisyaratkan huruf-huruf
namamu
jiwaku pun keluar pintu
menjumpaimu
tapi selalu saja bayanganmu
menguap dalam udara
menyisakan kabut perasaan
berayun-ayun dari rindu
ke kecemasan

2005
Manado Bremen

Engkau pergi dengan trem senja
bersama kenangan di kening ombak
terseret kereta cepat lewati Hanover
beku dalam dingin John Strasse

bau salju bersalam: selamat pagi buatku
angin nepikan rindu di akar laut
cengkramahi jejak arus letih
mengziarahi dunia dan benua

adakah jawaban di Oldenburg buat prasangka
kecuali mencintai dan meraihnya meski pedih?

di Warpelough, embun merembes di pucuk bunga
bagi getir matahari yang tiba esoknya
di lintasan jalanan Kassel
hingga kota-kota di depannya

oh baiklah…
hati selalu mencari dan menguji
meski Tuhan sejak awal punya setumpuk kata
disalamkan hati selalu berasal dariNya
tapi kita harus mengejarnya di tepi sepi
yang selalu tanpa batas

2005

Cerita Dari St. Marien

cerita sepotong doa St Marien
sebuah jejak melepuh di uap salju
rumput-rumput diam, beku
malam tanpa igau, luruh

“lalu ada yang memanggilmu dengan ucapan luka
jalanan tanpa tujuan, tanpa tuan
ia merapat mendekap
bongkah getir dalam air mata”

di sana kota dan kenangan adalah sketsa
konser-konser batin lelah perih
menlenting pada tetesan air suci
sakramen yang tak kuasa nikahkan bayang

dan kau katamu, melihat sayap-sayap rindu
mengepak dalam tatapan jauh
ia selalu tak memiliki sepotong kata
tapi terus menyalakan cinta di pucuk salju

2005

Di Kepingan Malam Sparta

kepingan-kepingan malam
pecah di lantai sunyi adalah rindu
senyapnya mencakar kosong igau pergi
terluka disayat diri sendiri

dunia hanya sebuah titik dalam rindu
tapi betapa pun itu sparta yang kosong
selalu ramai oleh bayangan tak bisa diraih
menggelinding di atas rumput rinai air mata
semenit betapa panjang bagi hampa
detiknya menggranat sisa senyum
dalam setiap ledakan itu kepingan malam jatuh
dan aku memungut potongannya
dalam getir yang selalu itu

2005

Orkestra Senyap

orkestra senyap hati menua
dalam bunyi pesawat malam menderu
mengupas impian setiap diancung
ke langit lapis tujuh
tak ada yang pulang
kecuali angin rindingkan keluh
disesap pada setiap bunyi langka bayang-bayang
terbanglah mesin-mesin kuat itu
dalam cemooh sedemikian bringas
menikung pada setiap port di mana
aku tak bisa mengejarmu
meski sekencangnya hatiku merindu

2005

Negeri- Negeri Asing

di Reinbeck hujan tak deras di rambutmu
ketika kau kibarkan kenangan kota kecil
tentang cinta menantimu
konsermu pasti indah di Pauli
stansa-stansa mengalir dalam lirik lantai pirus
santa santu mengabarku di rinai gerimis

tapi cerita itu selalu asing
negeri-negeri jauh hanya mendongengkan savanah
dimana King Arthur mengacungkan pedang
menebas rinduku di depan bayang kucintai

derailah malam-malam sungsang air mata
aku di seberang negeri asing
menggelepar dalam dentingan piano dan gesekan selo
tak bisa menangkapmu pergi seperti merpati

dikau dan aku bisa dongengan itu
atau mungkin aime menangiskan mite
sebuah buku dibaca hening
pada suatu malam sparta yang kosong
dan engkau terus melangkah menuju Berlin
bersembunyi di balik tembok
yang sesungguhnya telah runtuh

2005

Rotherdam Kau Berbisik

dalam potret sepi
Rotherdam kau berbisik
orkestra yang retak di tangkai-tangkai
bunga Sparta. ia kedinginan
esoknya mengering dibakar khatulistiwa
melintang di padang rindu
aku dengar suara asing dari kenangan elok
Rotherdam kau berbisik
rumput-rumput ditepikan angin kencang
dihempas dari dahan-dahan kekar
aku meraba senyummu
dalam diari yang halamannya masih kosong
tak ada musim lagi buat pena sayatkan luka
Rotherdam kau berbisik
ketika malam ini aku melipat sebuah nama
dalam abadi tak pernah ada

2005

Daun-Daun Pun
Rontok di Reinbeck

bilamana kau datang dalam hujan
indah kemarin berubah kenangan
bola mata, senyuman, permukaan tanah
nisan –nisan itu memanggil dan kita merindukannya

kalau daun-daun pun rontok di hutan senyap Reinbeck
karena musim ingin berdamai bagi yang datang
tak ada abadi dalam sejarah kecuali kenangan
sebab matahari bukan cuma untuk pagi terlewatkan

yang pergi membusuk dalam tanah meski tanpa benci
yang hidup bergerak ke depan
kecuali berpaling untuk salam
seperti weker memutar waktu ke angka tak habis-habisnya
terlindas train Frankfurt Amsterdam
hingga ke kota kecil yang landscape-nya pada sebuah hati
yang terus memupuk rindu buat sebuah abad tak pasti

2005

Panorama Dua Belas

bila engkau bersepakat air mata
tak sekadar kenangan
biarlah hujan di atas kasur
membanjir kota-kota di bawahnya
buat pesan sekuntum bunga
ditanam ibu bagi dunia

lampion-lampion tak beraturan padam satu-satu
begitulah malam di kornea kelam mendekap dingin
terasa tak ada yang melintas di jalanan hati
yang semenit lalu begitu ramai

oh…
hidup selalu punya tapal batas
ketika cahaya berhenti mencari tikungan
tak ada jalan lain bagi kenangan
selain mengatupkan mata
agar engkau selalu punya suatu negeri dalam mimpi
meski hujan takkan berhenti menenggelamkan
sisa memoar di tepi hati

2005


Di Bawah
Valendam dan Pauli


di Valendam Pauli kau mencari laut
buat bertemu pesan dalam angin
meski kau tahu penyair tak memiliki kata
ia menulis suara hatinya di dahan kenangan

sajaknya perahu-perahu indah mengapung
membawa pergi hatimu
di bayangan celedony negeri bawah air
di lantai samudera itu sepotong hati retak
tak bisa direkatkan kerinduan

tapi, kau terus berjalan mengikuti sepi
berharap di bumi tak ada tempat tersebunyi
meski engkau yakin di bawah matahari yang sama
setiap manusia memang punya kisah sendiri

2005


Dan Eangkau Bercerita
Tentang Suatu Pernikahan

hati menikah tak perlu khotbah
ia berada dalam etalase tanpa ruang waktu
karena cinta cuma satu


2005

Dari Penyair Buat Cinderela

banyak orang menyebut aku penyair. padahal aku tak punya
kata untuk meyakinkan dan mempertahakan dia. aku bertemu
dia dalam metafora tanpa kata. ia pun terlalu mulia bila kuperangkap
dalam imaji sebuah karya. hujan telah mengabadikan irama
kesedihannya dalam hatiku setiap kali ingin kuraih bayangnya
yang senantiasa lenyap seperti fatamorgana. tapi aku tak pernah
berhenti mencari dia di jalanan itu hingga pada sebuah etalase
di tepi mimpi. di sana moga aku bisa memeluknya
meski tak bisa memilikinya.

banyak orang menyebut aku penyair. dalam puisiku dunia bisa
semata sayap kata dari bagian suatu bait. tapi aku tak punya
sebaris larik buat meraihnya kecuali perih menyayat dalam
stanza-stanza sedih

banyak orang menyebut aku penyair. tapi aku hanya punya sedikit
memori dari segala yang banyak aku ketahui. cintanya memberi
pandangan lebih luas dari segala yang sedikit aku pelajari. dan Tuhan
selalu punya sepasang manusia buat dipertemu dalam ayat-ayat pedih

dalam cintanya telah dirangkainya air mata yang di suatu malam
pedihnya mengemas hatiku pada sebuah kotak hampa udara.
seperti ikan aku berenang ke dasar samudera pedih itu. menyusur
palung senyap dalam gigil beku. di atasnya kapal-kapal menderu.
burung-burung mengangkasa dalam migrasi ke negeri jauh. aku tak
punya sayap mengejarnya. kecuali melambai meski ia tak menoleh
sedikitpun

banyak orang menyebut aku penyair. tapi aku tak punya sajak yang
bisa menjaga agar aku tak terdampar di pantai hidupku yang hanya
bisa mengabadikan nyanyian angina. aku pun tak punya sepotong
syair untuknya. kecuali kata-kata yang berderet mengaguminya
tanpa henti hingga hening menidurkan ribuan mimpi

2005


Kleneng Pada Weker Bisu

dua menit, dua jam, dua rindu
klenengan itu me-neng dari bisu
weker tua fernya telah rapuh

jam itu entah saat apa
sayup ia me-neng menyusup lobang hati
dalam labirin hampa

berputar seperti kereta berat dihela
berpuluh budak buku-buku tua manusia
apa yang ingin kau hibahkan pada hati terluka

pergilah…
yang mendetak dalam hatiku hanya sepi
kini dan sepajang abad tanpa harap
seperti lobang gelap, kleneng itu hanya senyap

aku merangkak dalam senyap
sambil merangkai setumpuk kata
ini suratku wahai kekosongan
bacalah hatiku jatuh
sebentar didaur waktu menjadi tanah

2006

Senyap Dalam Kata

senyap mengapungkan kata
bayangan kita
mendidih
detak jantung
angin tak mengabar apa-apa

kemana ia bawa rindu
memoar laut melepuh
meletus dalam sobekan kenangan kering
di lempengan sajak senja tua itu

hutan pun tak siapkan bunga
semak-semak jadi nakal
lalu apa yang kita petik
pada tanjung runcing menikam gelombang

engkau tak lagi di sana
di Pauli melihat hati mengulai
tertelungkup di pagi bisu
tanpa kita
melesat menangkap gemawan

diam ini meledak di sayap-sayap hening
halilintar entah dari labirin mana
menggemah dalam hujan di kelompak mata
segalanya lepas
mengapung
dalam batas tanpa batas

kita mencari
tak menemukan
kecuali perih dibawakan sekumpulan setan
tepat disayatkan di jantung doa sisa nafas


2006


Bunga Kenangan

apa yang kau gapai
dalam kenangan tentang setangkai bunga
ketika senja mengiris denting malam
di selokan air mata

ia telah mengering
kelopak bisu hanya mengisahkan luka
kau mendongak
memandang kekosongan luruh jatuh

kita pernah menanamnya menjadi hutan
pada sebuah taman
dan kau membuangnya dalam perjalan menuju Berlin
hingga langit di bawah dan di atasnya berkabung

kita tak lagi punya taman
buat hati menggesekkan nada di dawai angin
selain gempa mengguruh
di setiap lempengan hati mengapung
berlari meraih serpihan gelap
tak berkisah apa-apa
2006

Tidurlah Ranjangku

Tidurlah ranjangku impikan malam pengantin
Meski waktu tak menyiapkan tempat sedikit pun
Tidurlah dalam dingin syair-syair hampa
Moga tak bertemu pagi lebih menyakitkan

2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar